Desa Segaralangu memiliki beragam tradisi yang masih lestari hingga kini, salah satunya adalah peringatan Suran, sebuah tradisi yang diadakan setiap bulan Muharram atau yang lebih dikenal oleh masyarakat Jawa sebagai Bulan Suro. Tradisi ini merupakan bentuk penghormatan terhadap leluhur dan warisan budaya lokal yang telah berlangsung secara turun-temurun. Di Desa Segaralangu, peringatan Suran bukan hanya dianggap sebagai ritual sakral, tetapi juga sebagai momen penting untuk memperkuat nilai-nilai kebersamaan, solidaritas, serta mempererat silaturahmi antarwarga.
Makna dan Filosofi Suran
Suran memiliki makna spiritual yang mendalam bagi masyarakat Jawa, termasuk di Desa Segaralangu. Bulan Suro dianggap sebagai bulan yang penuh dengan kesakralan dan refleksi diri. Oleh karena itu, peringatan Suran di desa ini biasanya dipenuhi dengan nuansa doa, rasa syukur, serta upaya untuk membersihkan diri dari segala hal negatif. Tradisi ini juga berfungsi sebagai momentum untuk mengenang jasa para leluhur yang telah membangun dan menjaga harmoni kehidupan masyarakat desa.
Bagi masyarakat Desa Segaralangu, Suran juga melambangkan awal tahun baru dalam kalender Jawa, yang diharapkan dapat membawa berkah dan keselamatan bagi seluruh warga desa. Masyarakat percaya bahwa dengan mengikuti ritual ini, mereka dapat menolak bala, menolak kesialan, dan memohon perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Tradisi Suran di Desa Segaralangu dimulai dengan berbagai persiapan yang dilakukan oleh warga desa secara gotong royong. Rangkaian acara Suran di desa ini biasanya berlangsung selama beberapa hari, dan melibatkan berbagai kegiatan adat dan religius. Berikut adalah beberapa kegiatan utama dalam peringatan Suran di Desa Segaralangu:
Nilai-Nilai Luhur dalam Peringatan Suran
Peringatan Suran di Desa Segaralangu mengandung berbagai nilai luhur yang masih relevan hingga kini. Pertama, tradisi ini memperkuat solidaritas sosial antarwarga. Kegiatan-kegiatan seperti gotong royong, kenduri bersama, hingga kirab pusaka menekankan pentingnya kebersamaan dan saling membantu dalam kehidupan bermasyarakat.
Kedua, Suran mengajarkan masyarakat untuk selalu bersyukur dan menghargai apa yang telah mereka miliki, baik dari segi material maupun spiritual. Prosesi kenduri dan tumpengan, misalnya, adalah simbol rasa syukur kepada Tuhan yang menciptakan kehidupan yang sejahtera dan damai.
Ketiga, tradisi Suran juga menjaga dan melestarikan kearifan lokal serta nilai-nilai kebudayaan yang diwariskan oleh para leluhur. Di tengah gempuran modernisasi, peringatan Suran menjadi simbol perlawanan terhadap hilangnya identitas budaya dan menguatkan rasa cinta terhadap tradisi dan adat istiadat.
Harapan untuk Pelestarian Suran
Masyarakat Desa Segaralangu berharap tradisi Suran ini dapat terus dilestarikan oleh generasi muda. Upaya-upaya untuk memperkenalkan Suran kepada anak-anak dan remaja melalui kegiatan edukatif dan pelibatan aktif dalam acara-acara tradisi menjadi salah satu cara untuk menjaga warisan leluhur ini. Para tokoh desa dan sesepuh adat terus memberikan pemahaman kepada generasi muda akan pentingnya menjaga adat dan tradisi sebagai bagian dari identitas mereka.
Dengan segala kemegahannya, peringatan Suran di Desa Segaralangu adalah bukti nyata betapa tradisi dan budaya leluhur masih hidup dan dihayati dengan penuh makna oleh masyarakatnya. Tradisi ini tidak hanya menjadi ritual tahunan, tetapi juga menjadi sarana untuk menjaga keseimbangan spiritual dan sosial dalam kehidupan bermasyarakat di desa tersebut.4o